Makamomentum Hari Puisi hendaknya dimaknai demikian. Hal ini dikatakan Penyair sekaligus Pengurus Yayasan Hari Puisi, Ahmadun Yosi Herfanda ketika diwawancarai reporter Jakarta, Jumat (27-07-2018). "Para penyair dan masyarakat pecinta sastra harus dapat menikmati puisi, ikut menulis dan membaca puisi dengan penuh kegairahan Puisidengan kerja-kerja ekspresi dan apresiasinya membuka ruang-ruang refleksi tersebut. Ruang yang memungkinkan seseorang melakukan "ziarah ke dalam diri" mereka. Judul puisi ini diambil dari salah satu sajak Ahmadun Yosi Herfanda, alumni FBS UNY yang juga sebagai penyair dan pernah menggawangi AhmadunYosi Herfanda dikelompokkan sebagai Sastrawan Angkatan 1980 - 1990 an. Sastrawan ini lahir di Kaliwungu, Kendal, 17 Januari 1958, Provinsi Jawa Tengah. Riwayat pendidikan yang berhasil dicatat adalah sebagai alumnus FPBS IKIP Yogyakarta, S-1 pada Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FPBS IKIP Yogyakarta (1986) d Entahapa saya sudah tiba pada niat baik atau terlampau tendensius dalam memilah kata. Apakah saya sudah memulai sebuah perjalanan atau masih jalan di tempat. Entah apa saya akan tiba di tujuan saya: puisi, yang tak pernah membuat saya puas, yang terus-menerus saya koreksi semampu saya, saya edit-revisi. Terus-menerus. Khoer Jurzani AhmadunYosi Herfanda atau juga ditulis Ahmadun Y. Herfanda atau Ahmadun YH lahir di Kaliwungu, Kabupaten Kendal, Jawa Tengah, 17 Januari 1958; umur 56 tahun), adalah seorang penulis puisi, cerpen, dan esei dari Indonesia. Ahmadun dikenal sebagai sastrawan Indonesia dan jurnalis yang banyak menulis esei sastra dan sajak sufistik. berapa 0 dari seratus juta sepuluh ribu satu rupiah. PERJUMPAAN RINDU Tiap berlayar selalu kuingat saat berlabuh Sebab Cintaku padamu tak pernah angkat sauh Dengan layar perahu kurentang Rindu Namun angin membawaku semakin jauh Walau gemuruh ombak mengaduh Minta dermaga kembali mendekapmu Adakah ombak yang tak rindu pantai Adakah pantai yang tak rindu ombak Adakah dermaga yang tak rindu perahu Adakah perahu yang tak rindu dermaga Ombak telah membuktikan kesetiaan pada pantai Padanya ia selalu melabuhkan kecupan Tiap detik tak lepas dari kasih sayangnya Setiap berlayar selalu kucatat Waktu kembali berlabuh padamu Tunggulah. Rinduku takkan lupa Hangat pelukanmu Tanjungpasir, 2021 DOA UNTUK NEGERIKU Seperti harapan yang engkau tabur Aku pun menebar rasa bersaudara Jika hari kembali terjaga dalam gairah kerja Aku selalu berdoa, untukmu, negeriku Untuk keselamatanmu, untuk kejayaanmu Walau corona masih menghantuimu Dan wabah gelombang ketiga menakutimu Aku ingin engkau tetap tegar dalam langkahmu Kutebarkan kata-kata bijak Mengusap wajah-wajah para pekerja Menepis covid, berlindung selembar harapana Mereka menumpang gerbong-gerbong kereta Dan bus-bus antarkota. Mereka dari desa ke kota Lalu lenyap di balik gedung-gedung berkaca Di tanganmu yang perkasa, mereka Menganyam cita-cita, sehasta demi sehasta Juga untukmu, tanah airku Kini doaku mengental, menjadi sajak Yang dengan senyumnya mengucapkan Selamat malam, selamat menuai mimpi Lalu dengan sayap makna menari-nari di udara Menciumi tiap pipi yang merona oleh sapaannya Esok hari dengan seribu sayap bidadari Sajak itu akan membawa sekuntum bunga Bagi tiap warga negara. Berharap tiap kelopaknya Mekar jadi tawa dalam rasa bersaudara. Jakarta, 2021 SORE DI PANTAI Masih kutemukan sosok itu bermain di pantai Hari itu, Sabtu sore, empat puluh tahun lalu Tubuhku yang dekil, dengan kolor merah tua Mengejarmu melintas pasir yang menyimpan luka Seperti tak ada yang berubah. Ombak masih setia Mengusap bibirmu yang basah, dan para nelayan Dengan perahu-perahu kecil, menganyam masa depan Bersama angin dan rinai hujan. Sesekali kakap Dan cakalang, kadang kue atau tengiri, Berserah diri pada jala dan kail nelayan Di barat kulihat kaki langit yang redup Oleh tumpukan awan, dan di timur kegelapan Mulai menelan sisa-sisa air hujan Pada saat seperti itu, dulu pun aku mulai berkemas Meninggalkan pasir dan ombak, meninggalkan Segala kenangan, tanpa bidikan kamera Hanya sebingkai senyuman bintang Membawaku kembali ke kampung halaman Dalam rasa asam-manis buah mempelam! Kaliwungu, 2020 SUARA TANGIS ITU Kudengar lagi suara tangis itu Tangis anak-anak yang kehilangan ibu Pelarian dari negeri yang dihujani peluru Tapi ini di teluk Jakarta Bukan di Selat Malaka Dan aku sedang mengail ikan Di antara rumpon dan karang Ah, adakah mereka tersesat di sini Dan perahu mereka terbalik Sebelum menyentuh pantai? Tak ada anak-anak di perahu ini Kecuali para pengail yang bersedih hati Mendengar suara tangis itu lagi Mungkin tak jauh dari sini Ada perahu serombongan imigran Yang terombang-ambing tanpa nakoda Dan tak tahu akan berlabuh ke mana Tak ada anak-anak di perahu kami Tapi rintih dan suara tangis mereka Terdengar sampai di sini Jakarta, 2017 SENJA DI ULELE seperti tak tersisa lagi derita itu petaka yang dilukis jari-jari tsunami dan luka yang digoreskan senjata api wajah-wajah kini sumringah lagi melambaikan cinta pada senja jingga langit tersenyum mengecup matahari menyapa tarian burung dan ikan pari akankah kau hadir lagi senja ini kembali menoreh harapan di pasir pantai atau hanya kenangan pahit itu yang terbagi tiga helai rambutmu tersangkut di batu, sesobek kerudung ungu di ujung kakiku, dan jasadmu yang mengapung bersama pecahan dinding perahu seperti tak tersisa lagi petaka itu meski lelehan air mata tentangmu tak terhapus telapak waktu Banda Aceh, Maret 2019 Tentang Penulis AHMADUN YOSI HERFANDA adalah alumnus FPBS Univ. Negeri Yogyakarta UNY – IKIP Yogyakarta. Pernah kuliah di Univ. Paramadina Mulya dan menyelesaikan Magister Komunikasi di Univ. Muhammadiyah Jakarta. Ia lahir di Kaliwungu, 17 Januari 1958. Dikenal sebagai penyair social-religius. Ia adalah salah seorang penggagas dan pencanang forum Pertemuan Penyair Nusantara PPN – forum penyair yang diadakan secara bergilir di Negara-negara Asia Tenggara, dan salah seorang deklarator Hari Puisi Indonesia HPI yang dirayakan secara nasional tiap 26 Maret. Selain puisi, ia juga banyak menulis cerpen dan esei sastra. Sejak 2010, mantan redaktur sastra Harian Republika ini mengajar penulisan kreatif creative writing pada Universitas Multimedia Nusantara UMN Serpong. Ia sering menjadi pembicara dan pembaca puisi dalam berbagai forum sastra nasional dan internasional di dalam dan luar negeri. Ahmadun juga pernah menjadi ketua tetap Jakarta International Literary Festival JILFest, anggota pengarah Pertemuan Penyair Nusantara PPN, anggota dewan penasihat Malay Studies Centre Pattani University Thailand, ketua Lembaga Literasi Indonesia Indonesia Literacy Institute, dan pemimpin redaksi portal sastra Litera . Ia juga pernah menjadi ketua Komite Sastra Dewan Kesenian Jakarta DKJ, 2009-2012, ketua Komunitas Sastra Indonesia KSI, 2007-2012, ketua III Himpunan Sarjana Kesastraan Indonesia HISKI, 1993-1996, ketua Komunitas Cerpen Indonesia KCI, 2007-2012, dan anggota tim ahli Badan Standarisasi Nasional Pendidikan BSNP Kemendikbud RI bidang Sastra 2014-2015. Buku kumpulan sajaknya yang telah terbit, antara lain Sang Matahari Nusa Indah, Ende Flores, 1980, Sajak Penari kumpulan puisi, Masyarakat Poetika Indonesia, 1991, Sembahyang Rumputan Yayasan Bentang Budaya, Yogyakarta, 1996, Fragmen-fragmen Kekalahan Penerbit Angkasa, Bandung, 1996, Ciuman Pertama untuk Tuhan puisi dwi-bahasa, Logung Pustaka, 2004 - meraih Penghargaan Sastra Pusat Bahasa, 2008, Dari Negeri Daun Gugur Pustaka Littera, 2015, dan Ketika Rumputan Bertemu Tuhan Pustaka Littera, 2016 – terpilih sebagai buku unggulan 5 besar dalam Anugerah Hari Puisi Indonesia 2016. Sedangkan buku kumpulan cerpennya yang telah terbit, antara lain Sebelum Tertawa Dilarang Balai Pustaka, Jakarta, 1997, Sebutir Kepala dan Seekor Kucing Bening Publishing, 2004, dan Badai Laut Biru Senayan Abadi Publishing, Jakarta, 2004.*** Puisi Sembahyang Rumputan Karya Ahmadun Yosi Herfanda Sembahyang Rumputan Walau kaubungkam suara azan walau kaugusur rumah-rumah Tuhan aku rumputan takkan berhenti sembahyang Inna shalaati wa nusuki wa mahyaaya wa mamaati lillahi rabbil 'alamin. Topan menyapu luas padang tubuhku bergoyang-goyang tapi tetap teguh dalam sembahyang akarku yang mengurat di bumi tak berhenti mengucap shalawat nabi. Sembahyangku sembahyang rumputan sembahyang penyerahan jiwa dan badan yang rindu berbaring di pangkuan Tuhan sembahyangku sembahyang rumputan sembahyang penyerahan habis-habisan. Walau kautebang aku akan tumbuh sebagai rumput baru walau kaubakar daun-daunku akan bersemi melebihi dulu aku rumputan kekasih Tuhan di kota-kota disingkirkan alam memeliharaku subur di hutan. Aku rumputan tak pernah lupa sembahyang sesungguhnya shalatku dan ibadahku hidupku dan matiku hanyalah bagi Allah tuhan sekalian alam. Pada kambing dan kerbau daun-daun hijau kupersembahkan pada tanah akar kupertahankan agar tak kehilangan asal keberadaan di bumi terendah aku berada tapi zikirku menggema menggetarkan jagat raya la ilaaha illalah muhammadar rasululah. Aku rumputan kekasih Tuhan seluruh gerakku adalah sembahyang. 1992Sumber Sembahyang Rumputan 1996Analisis PuisiPuisi "Sembahyang Rumputan" karya Ahmadun Yosi Herfanda memiliki beberapa hal menarik berikutPenghormatan terhadap agama Puisi ini menggambarkan rasa penghormatan dan kesetiaan penyair terhadap agama. Meskipun suara azan terdengar redup dan rumah-rumah Tuhan terabaikan, rumputan ini tetap melaksanakan sembahyang tanpa henti. Hal ini menunjukkan kegigihan dan ketekunan dalam menjalankan ibadah, bahkan di tengah tantangan dan gangguan sembahyang Puisi ini menggambarkan bahwa sembahyang bukan hanya dilakukan oleh manusia, tetapi juga dilakukan oleh rumputan. Rumputan di sini menjadi simbol keabadian dalam ibadah. Meskipun tubuhnya terguncang oleh topan, akar rumput tetap mengucapkan shalawat kepada Nabi. Ini menunjukkan bahwa sembahyang merupakan manifestasi dari kehidupan dan eksistensi yang dengan alam Puisi ini menunjukkan keterhubungan penyair dengan alam. Rumputan sebagai simbol alam diungkapkan sebagai kekasih Tuhan yang hidup di kota-kota yang terpinggirkan. Alam menjadi tempat penjagaan dan kesuburan bagi rumputan, yang tetap setia dalam dan ketekunan Puisi ini menekankan pentingnya kesederhanaan dan ketekunan dalam menjalankan sembahyang. Rumputan sebagai makhluk yang sederhana dan rendah tetap setia dalam sembahyangnya. Meskipun kaubangkam atau kautebang, rumputan akan terus tumbuh dan menjalankan sembahyangnya. Ini menggambarkan kesungguhan dan keabadian dalam ini mengeksplorasi hubungan spiritual penyair dengan agama, alam, dan sembahyang. Dalam bahasa yang indah, puisi ini menggambarkan kekuatan, ketekunan, dan penghormatan dalam menjalankan sembahyang, baik oleh manusia maupun oleh Sembahyang RumputanKarya Ahmadun Yosi HerfandaBiodata Ahmadun Yosi HerfandaAhmadun Yosi Herfanda kadang ditulis Ahmadun Y. Herfanda atau Ahmadun YH adalah seorang penulis puisi, cerpen, esai, sekaligus berprofesi sebagai jurnalis dan editor berkebangsaan Indonesia yang lahir pada tanggal 17 Januari pernah dimuat di berbagai media-media massa, semisal Horison, Kompas, Media Indonesia, Republika, Bahana, dan Ulumul Qur'an. Puisi Resonansi Indonesia Karya Ahmadun Yosi Herfanda Resonansi Indonesia Bahagia saat kau kirim rindu termanis dari lembut hatimu jarak yang memisahkan kita laut yang mengasuh hidup nakhoda pulau-pulau yang menumbuhkan kita permata zamrud di khatulistiwa. Kau dan aku berjuta tubuh satu jiwa kau semaikan benih-benih kasih tertanam dari manis cintamu tumbuh subur di ladang tropika pohon pun berbuah apel dan semangka kita petik bersama bagi rasa bersaudara kau dan aku berjuta kata satu jiwa. Kau dan aku siapakah kau dan aku? Jawa, Cina, Batak, Arab, Dayak Sunda, Madura, Ambon, atau Papua? Ah, tanya itu tak penting lagi bagi kita kau dan aku berjuta wajah satu jiwa. Ya, apalah artinya jarak pemisah kita apalah artinya rahim ibu yang berbeda? Jiwaku dan jiwamu, jiwa kita tulus menyatu dalam genggaman burung garuda. Jakarta, 1984/1999Sumber Boemipoetra Juli-Agustus, 2008Analisis PuisiPuisi "Resonansi Indonesia" karya Ahmadun Yosi Herfanda memiliki beberapa hal menarik berikutCinta dan persatuan Puisi ini menggambarkan cinta dan persatuan yang menghubungkan berbagai suku dan etnis di Indonesia. Penyair menyoroti hubungan yang harmonis antara berbagai kelompok masyarakat, yang terlihat dalam simbol-simbol seperti benih kasih, pohon yang berbuah, dan genggaman burung garuda. Ini mencerminkan semangat persatuan dalam terhadap keberagaman budaya Penyair menunjukkan apresiasi terhadap keberagaman budaya di Indonesia dengan menyebutkan berbagai suku seperti Jawa, Cina, Batak, Arab, Dayak, Sunda, Madura, Ambon, dan Papua. Dengan menyatukan berbagai identitas ini dalam satu jiwa, puisi ini menghargai kekayaan budaya yang dimiliki oleh negara bahwa identitas tidak penting Puisi ini menekankan bahwa pertanyaan tentang identitas suku atau asal tidak lagi penting bagi persatuan kita. Meskipun memiliki latar belakang yang berbeda, penyair menyatakan bahwa yang lebih penting adalah jiwa kita yang menyatu dalam genggaman burung garuda, simbol nasional persaudaraan Puisi ini menciptakan atmosfer persaudaraan yang kuat. Melalui penggunaan kata "kau dan aku", penyair menggambarkan persatuan yang lebih besar dari sekadar individu atau kelompok. Jiwa yang tulus menyatu menunjukkan semangat saling mendukung dan membangun hubungan harmonis di antara ini menginspirasi untuk menghargai keberagaman budaya Indonesia dan mengedepankan semangat persatuan. Dengan mengangkat tema cinta, persaudaraan, dan kebersamaan, puisi ini mempromosikan nilai-nilai positif yang mendukung keharmonisan dan persatuan dalam Resonansi IndonesiaKarya Ahmadun Yosi HerfandaBiodata Ahmadun Yosi HerfandaAhmadun Yosi Herfanda kadang ditulis Ahmadun Y. Herfanda atau Ahmadun YH adalah seorang penulis puisi, cerpen, esai, sekaligus berprofesi sebagai jurnalis dan editor berkebangsaan Indonesia yang lahir pada tanggal 17 Januari pernah dimuat di berbagai media-media massa, semisal Horison, Kompas, Media Indonesia, Republika, Bahana, dan Ulumul Qur'an. Ahmadun Yosi Herfanda – jakarta di kota peradaban orang-orang mencari tuhan di bar-bar dan bursa-bursa perempuan, bank-bank dan perkantoran. politikus pun mengaum di mana tuhan di mana? birokrat menjawab sambil menguap di sini tuhan di sini. ketika orang-orang berdatangan yang teronggok cuma berhala kekuasaan meninggalkan tuhan dalam dirinya, orang-orang makin sibuk mencari tuhan, memanggil-manggil tuhan, di mana kau tuhan? di sini tuhan di sini jawab suara di hotel-hotel dan kelab malam. ketika orang-orang berdatangan, yang terhampar cuma kelamin-kelamin rindu bersebadan di kota peradaban orang-orang mencari tuhan hilir-mudik di jalan-jalan, berebut keluar masuk diskotik dan pasar-pasar swalayan orang-orang lupa, tuhan dalam hati sendiri tak pernah pergi 1992 Puisi Nyanyian Kebangkitan Karya Ahmadun Yosi Herfanda Nyanyian Kebangkitan Hanya kau yang kupilih, kemerdekaan Di antara pahit-manisnya isi dunia Akankah kau biarkan aku duduk berduka Memandang saudaraku, bunda pertiwiku Dipasung orang asing itu? Mulutnya yang kelu Tak mampu lagi menyebut namamu Berabad-abad aku terlelap Bagai laut kehilangan ombak Atau burung-burung yang semula Bebas di hutannya Digiring ke sangkar-sangkar Yang terkunci pintu-pintunya Tak lagi bebas mengucapkan kicaunya Berikan suaramu, kemerdekaan Darah dan degup jantungmu Hanya kau yang kupilih Di antara pahit-manisnya isi dunia Orang asing itu berabad-abad Memujamu di negerinya Sementara di negeriku Ia berikan belenggu-belenggu Maka bangkitlah Sutomo Bangkitlah Wahidin Sudirohusodo Bangkitlah Ki Hajar Dewantoro Bangkitlah semua dada yang terluka “Bergenggam tanganlah dengan saudaramu Eratkan genggaman itu atas namaku Kekuatanku akan memancar dari genggaman itu.” Suaramu sayup di udara Membangunkanku Dari mimpi siang yang celaka Hanya kau yang kupilih, kemerdekaan Di antara pahit-manisnya isi dunia Berikan degup jantungmu Otot-otot dan derap langkahmu Biar kuterjang pintu-pintu terkunci itu Atau mendobraknya atas namamu Terlalu pengap udara yang tak bertiup Dari rahimmu, kemerdekaan Jantungku hampir tumpas Karena racunnya Hanya kau yang kupilih, kemerdekaan Di antara pahit-manisnya isi dunia! Matahari yang kita tunggu Akankah bersinar juga Di langit kita? Mei, 1985Sumber Boemipoetra Juli-Agustus, 2008CatatanPuisi ini kadang beredar dengan judul Nyanyian Nyanyian KebangkitanKarya Ahmadun Yosi HerfandaBiodata Ahmadun Yosi HerfandaAhmadun Yosi Herfanda kadang ditulis Ahmadun Y. Herfanda atau Ahmadun YH adalah seorang penulis puisi, cerpen, esai, sekaligus berprofesi sebagai jurnalis dan editor berkebangsaan Indonesia yang lahir pada tanggal 17 Januari pernah dimuat di berbagai media-media massa, semisal Horison, Kompas, Media Indonesia, Republika, Bahana, dan Ulumul Qur'an.

puisi karya ahmadun yosi herfanda